Menulis dan Bertemu Idola

Menulis dan Bertemu Idola

Daftar Isi
Saya lupa, tertarik dengan dunia menulis sejak kapan. Salah satu cita-cita sejak masih usia belia yang sampai detik ini menghantui. Sering bertanya pada diri sendiri, kapan saya mampu menghasilkan buku? .Pertanyaan itu selalu saja menggelitik dalam hati untuk segera terwujud. Saya membayangkan bisa menuliskan cerita dan pengalaman pribadi semasa hidup. Sempat saya punya blog juga sih, namun lama sekali saya belum aktif lagi menulis disana.

Menulis saya rasakan paling mudah ketika hati banyak uneg-uneg. Namun, rangkaian kata itu seolah hanyut termakan waktu. Alias belum bisa menuangkan ide tulisan saat itu juga.
Mengingat sosok Kang Abik, penulis terkenal dari Jawa Tengah, beliau punya ingatan tajam di setiap perjalanan hidup dan selalu dituangkan ke dalam buku catatannya untuk nantinya ditulis dalam sebuah naskah yang menghasilkan buku. Hmmmm, luar biasa ghiroh beliau. Karya-karyanya selalu membuat bergetar hati para pembacanya, tak terkecuali saya.

Pernah mengikuti seminar beliau yang mengupas buku fenomenalnya "Ayat-Ayat Cinta". Yang paling berkesan, bisa foto bersama beliau dan bertatap muka langsung dengan penulis idola.
Ingatan saya kemudian ingat saat zaman mahasiswa yang kebetulan selalu dilibatkan dalam dunia menulis. Sempat diajak kolaborasi bersama teman lintas fakultas untuk merintis majalah pelajar tingkat kabupaten. Sangat mengesankan bagi saya, meskipun tidak dibayar. Pernah mencoba mengamati koran Sindo, agar tulisan saya bisa dimuat di kolom mahasiswa. Alhamdulillah, tulisan saya lolos dan di-publish dengan judul "Ketahanan Ekonomi Indonesia". Membuat ketagihan? Sudah pasti.

Saya juga mencoba nimbrung di koran Republika, sempat punya mimpi tulisan saya bisa masuk disana. Karena menurut saya, yang tulisan/opininya bisa menembus koran, biasanya hanya orang yang bergelar dan sudah terbukti memang penulis. Bunda Asma Nadia contohnya. Sering mengisi kolom tulisan di Republika. Tanpa saya duga, opini saya juga di-publish di koran Republika. Walau hanya bagian opini, namun  saya merasa bangga, foto dan opini saya dimuat disana. Waktu itu saya beropini tentang nilai UN.

Pengalaman lain yang berkesan adalah bertemu langsung dengan Bunda Asma. Begitu tahu ada seminar menulis bersama Bunda Asma Nadia di Perpustakaan Kota Magelang, saya segera menghubungi panitia penyelenggara. Ada sedikit kendala yang membuat saya sempet menyerah untuk mendapatkan kursi. Hanya karena saya bukan asli penduduk Magelang dan tidak punya kartu anggot perpustakaan, saya disuruh menghubungi ketua panitia. Memasang muka melas dan membawa nama mahasiwa, akhirnya saya dapat kursi juga walau dapat barisan duduk bagian belakang. Alhamdulillah banget rasanya.

Hari H seminar datang juga, berangkat mengenakan seragam kelas setelah jam perkuliahan selesai. Saya sangat menikmati waktu itu. Ternyata audience-nya dari luar kota, terdiri dari para pelajar, penulis dan masih banyak lagi. Kalangan mahasiswa seperti saya nyarinya yang gratisan. Amazing-nya, sayapun bisa foto bareng Bunda Asma dengan sederet teman-teman yang lain. Ah, mengenang masa-masa itu sangat mengesankan. Semua foto bersama penulis idola tersimpan rapi di Instagram.

Satu lagi yang tidak kalah menarik, masih pengalaman semasa gadis, hehe. Bertemu dan bersanding dengan Kak Oki Setiana Dewi. Aktris, penulis, dan pendakwah yang sudah hafal beberapa juz ayat suci Al-qur'an. Bisa dibilang, saya fans beratnya. Waktu itu status saya bukan lagi mahasiswa, sudah kerja menjadi seorang guru. Mendapat kabar dari dosen dekat untuk menjadi moderator seminar kak Oki membuat saya tidak percaya diri.

Bisa tidak ya? Tanya saya dalam hati. Modal nekat karena ingin foto bareng dengan penulis idola, alhamdulillah semua berlangsung dengan baik. Merasa puas dan takjub dengan kebesaran Allah. Saya meniru misi Kak Oki menuliskan sederet cita-cita di buku beserta tahunnya secara detail. Ternyata benar, semua butuh usaha dan kiat agar Allah tergerak hati Nya untuk mengabulkan doa dan cita-cita saya.

Beberapa penulis yang saya ceritakan, saya terkesan dengan mereka semua. Saya banyak belajar gaya bahasa dan ciri khasnya masing-masing.

Harapan mengikuti OWC, saya tergerak kembali untuk mengasah jiwa kepenulisan saya untuk menghasilkan karya. Mengingat sudah tidak lagi bekerja dan terikat instansi, saya berniat menjadi wanita produktif melalui dunia yang saya sukai. Menjadi ibu rumah tangga bagi seorang wanita itu hal wajib, namun untuk berkarya adalah sebuah pilihan. Yang pasti, suami mengijinkan dan semoga Allah ridlo. Aamiin.


Windi Astuti
Kediri, 8 Februari 2020
11.12 WIB
Windi Astuti
Windi Astuti Fulltime mom yang suka menulis

Posting Komentar