√Tazkiyyatun Nafsiyyah : Menjadi Ibu Happy, Anti Emosi

Tazkiyyatun Nafsiyyah : Menjadi Ibu Happy, Anti Emosi

13 komentar

Rasa-rasanya saya ada yang salah dalam melakukan pengasuhan ke anak. Usia anak semakin bertambah, baru tersadar kemarin. Ha!, maksudnya apa ?

Kemarin, mendengar record zoominar bab Tazkiyyatun Nafsiyyah : Menjadi Ibu Happy, Anti Emosi dari komunitas tumbuh berfitrah benar-benar membuat hati ini harus segera berbenah. Ada hal yang harus saya perbaiki menjalani peran seorang ibu masa kini.

Saya memang terjun di dunia parenting enthusiast, namun ilmu saya masih dangkal bab mengasuh, mendidik, membersamai anak. Bersyukur, kemarin itu bisa join bersama mama lain dalam satu forum yang pembahasannya mengulik hati. 

Hati seakan (terasa) dicuci lagi biar sebagai ibu dalam mendidik generasi peradaban bukan hanya anaknya sukses kedepan, tapi lebih ke bagaimana memahami peran menjadi ibu agar apa yang kita jalani (dalam mengemban amanah anak) kita fokus. Tanpa adanya campur tangan Allah kita bukanlah siapa-siapa. 

Pada intinya, mendidik anak itu dengan tulus, sabar, ikhlas. Bukan hanya mendahulukan nafsu dengan ekspektasi tinggi agar anak bisa ini dan itu.Sedangkan diri ini (sebagai ibu) lupa menjaga fitrahnya. Orientasi akherat kelak, tetap harus diprioritaskan dibanding segalanya.   

Tazkiyyatun Nafsiyyah            

Tazkiyyatun Nafsiyyah : Menjadi Ibu Happy, Anti Emosi  

Sebelum mama membaca lebih lanjut, tulisan ini edisi khusus membahas Tazkiyyatun Nafsiyyah yang memang di sarankan untuk dikonsumsi oleh muslimah ya. Karena kalimat yang saya gunakan dalam pembahasan rerata menggunakan istilah bahasa (arab) walau hanya beberapa. Teruntuk calon ibu, seorang ibu muslimah yang memang menganut agama islam.

Tazkiyyatun Nafsiyyah

Menjadi seorang ibu, tidak hanya sebatas menjalankan perannya karena dengan kata "mau" saja. Namun, harus ada unsur "iman" yang menjadi landasan bahkan pondasi sebagai seorang ibu. Tidak hanya mendahulukan nafsunya. Terlebih memahami makna bahwa gelar yang di dapat akan hak istimewa (previllage) adalah benar-benar dari Allah SWT. 

Garis besar pembahasan Tazkiyyatun Nafsiyyah adalah bagaimana hati, nafsu, emosi kita dan segala rasa apa yang dititipi oleh Allah bisa ditempatkan sebagaimana mestinya. Karena pada hakekatnya, segala yang kita punya termasuk hati adalah titipan darinya. Sehingga kita bisa menjalankan peran muslimah, mukminah penuh dengan rasa iman (percaya).

Kita terlahir dari fitrah yaitu islam sebagai agama kita, Muhammad SAW adalah rosul kita dan al-quran adalah pedoman hidup kita. Meyakini sebenar-benarnya, sehingga menjalankan peran bukan karena nafsu belaka. Mencapai kesuksesan dalam mendidik anak untuk meraih ridlonya. Bagaimana nantinya, anak tumbuh dewasa dengan tetap mengamalkan pedoman ajaran (agama). Ibaratnya, laporan mendidik anak kita bisa dipertanggungjawabkan nilainya.

Mengapa Tazkiyyatun Nafsiyyah Itu Penting?

Ibadah hati adalah ibadah inti. Tidak ada guna, siang malam ibadah terus, sholat dhuha, sholat tahajjud, tapi hati kita masih belum bersih. Susah memaafkan, masih ada rasa dendam, emosi terhadap orang lain. Berbeda dengan seorang yang ibadahnya biasa-biasa saja. Tapi, amalan tiap malam seperti memaafkan siapapun yang ia temui hari itu. Bahkan memaafkan orang yang belum ia temui, menjadikan ibadahnya benar- benar sahih.

Perilaku sepadan dengan hati. Kalau dalam ilmu pengasuhan, sebagai seorang ibu perlu mengkroscek hati dan tindakannya. Apakah dalam mendidik selama ini masih dengan emosi, marah, dendam dan penyakit hati lainnya. Sehingga membuat cerminan pengasuhan sehari-hari nampak kurang ikhlas. 

Tazkiyyatun Nafsiyyah

Anak membawa fitrah kebaikan, dan tugas kitalah sebagai seorang (ibu) yang mengawal, mengarahkan anak agar bisa menjadi pribadi yang bertanggung jawab sebagaimana sesuai dengan ajaran agama (islam). Cerminan sikap dan hati, sepadan. 

Saat hati ini punya inti dari segala ibadah. Itulah yang menyebabkan ibadah kita bergizi,  Ibadah hati tidak boleh berkhianat dengan ibadah dhohir (nampak) seperti puasa dan sholat. Contohnya, kita menghafal al-quran hanya karena ingin dianggap ahli qur'an. Kita rajin sholat hanya karena ingin dianggap ahli ibadah.

Jika diaplikasikan dalam pengasuhan anak, menjalankan peran menjadi seorang ibu tak hanya sebatas dimaknai sebagai kodrat, ritual. Punya suami, dikaruniai anak. Kemudian membesarkannya sampai sukses. Namun lupa akan hal "iman" yang seharusnya menjadi landasan bahwa apa yang kita lakukan goalsnya adalah mencapai keridloan Allah.

Sukses mendidik nafsu ibu, sukses mendidik nafsu anak. 

Superb Mom :  Adalah Yang Ikhlas dan Khusyu

Menjalankan peran ibu dengan penuh keikhlasan. Tidak memunculkan wajah asam ke anak. Memberikan pelukan hangat yang tulus kepada anak. Tidak teriak-teriak, tidak sering melotot depan anak. Beberapa contoh yang disampaikan ustazah Nabilah Hayatina ini membuat hati terasa bergetar.

Apalah saya yang masih ada beberapa  hal yang (mungkin) menunjukkan sikap kurang ikhlas terutama pas lagi capek. Dan pasti cerminan itu dirasakan betul oleh sang buah hati. Sebab itu, menjalankan peran sebagai ibu hebat harus benar-benar ikhlas dan khusyu.

Tazkiyyatun Nafsiyyah

Tidak hanya sebatas memberi makan anak. Menjadikan anak sukses, namun mengajak mereka untuk memaknai pula peran kita di mata Allah. Menyambut dengan senyuman di pagi hari, mengajak berdoa. Yang pada intinya adalah mendidik dengan khusyu itu tindakan dan lisan senada. Lisan kita mencerminkan perbuatan kita yang baik. Tidak mudah marah, membentak maupun emosi.

Tidak cukup menjadi ibu bahagia. Ibu yang khusyu terpancar dari keikhlasan nya. Terkecap darinya rasa cinta. Terpetik darinya makna sabar, dan keteladanan sejati ~Ustazah Nabilah Hayatina~

Sebab itu yang utama adalah memahami peran hamba terlebih dahulu, sebelum menjadi seorang ibu, istri, anak, saudara bahkan memilih karir. Saat kita memahami peran hamba Allah, pastilah kita (merasa) bukan siapa-siapa jika tidak karena kepercayaan yang diberikan kepada (kita). 

Seorang ibu punya prinsip kuat dalam mendidik. Ketika capaian anak orang lain sukses, kitapun tidak gugup. Punya goals kesuksesan sendiri, yang mana tidak untuk membanding-bandingkan urusan duniawi. Namun lebih ke bagaimana mengajak anak memahami peran sebagai hamba untuk menjadi manusia yang sebaik-baiknya. 

Menjaga Fitrah Iman Seorang Ibu

Proses tazkiyyatunnafs (mensucikan diri) merupakan bagian dari menjaga Fitrah Iman seorang ibu. Saat melihat anak sukses, sebagai seorang ibu yang pandai mensucikan diri pasti yang dilafalkan adalah kalimat-kalimat yang indah. Masha Allah, subhanallah.

Dan ketika mendapati anak yang nakal, ia meminta kepada Allah. Berdoa kepada Allah. Aga r apa yang telah kita usahakan, Allah sempurnakan segalanya. Oleh sebab itu tujuan dari mensucikan diri yang hendak kita raih adalah menjadi orang beruntung dan sukses baik dari urusan duniawi juga urusan akherat. Akan didapati oleh ibu hebat yang telah bertazkiyyatun nafs sebagai bentuk predikat yang disematkan oleh Allah. 

Ada pernyataan menohok dari ustazah nabilah saat forum, "Ketika ibu Sholih, sedangkan bapaknya tidak. Bisa dipastikan anaknya akan lahir menjadi anak yang sholih. Pun sebaliknya, jika ibunya tidak Sholih sedangkan bapaknya Sholih perilaku anak sudah pasti akan rusak"` 

Nah, oleh karena itu mensucikan hati dengan konsisten amat sangat penting dilakukan seorang ibu. Agar bisa menghayati peran dengan tulus dari setiap apa yang dilakukan, untuk mendidik generasi peradaban yang baik pula. 

Ta'alim (memberi pengetahuan), Tadzkir (mengingatkan), Tazakkii (mensucikan). 

Ada urutan, perihal cara kita mensucikan diri, mensucikan hati ala Rosulullah. Ketiga proses ini pun selalu dilakukan oleh Rasulullah kepada umatnya. Sebagai seorang ibu sudah semestinya memberikan ilmu (pengetahuan) yang benar, sesuai ajaran agama. Yang kemudian kita ingatkan ketika ada perilaku yang tidak baik. Proses mensucikan hati ini sebagai sikap yang kita teladani, agar mendidik anak tidak dengan marah-marah. 

Mentransfer ilmu dengan amarah, anakpun pasti akan meniru. Selalu ada upaya baik disetiap langkah, selalu ada konsistensi diri dalam bersikap. Ketika proses dilakukan dengan benar, saatnya kita menyerahkan semua kepada Allah. Ibarat kata semeleh, benar-benar lillahi ta'ala menyerahkan sepenuhnya atas apa yang kita usahakan kepada sang pencipta. 

Jangan hanya mendidik karena ingin anak sukses. Itu tandanya, kita belum benar-benar tazkiyyatunnafs. Pasrahkan ke Allah, biar ia yang memberikan hidayah. 

Fungsi Nafs : Nafs memiliki Fungsi Untuk Menggerakkan Serta Mendorong Diri Manusia Untuk Melakukan Berbagai Hal, Baik Itu Kebaikan Maupun Hal Buruk

Allah menciptakan nafsu ada sisi baik dan buruknya. Tinggal kitanya saja yang harus pandai dalam menempatkan diri. Nafsu kita arahkan ke hal positif atau yang buruk ?

Dicontohkan oleh ustazah nabilah, saat nonton film nusa dan rara, sosok umma tidak pernah marah ya? Bahkan bernada tinggi juga tidak. Mungkin di dalam benak kita, apakah ada jaman sekarang yang bisa bersikap seperti umma ? Jawab dalam hati ya :)

Kalau kita cermati bersama, sosok umma yang dicontohkan ini sudah berada di tahap nafs mutmainnah.Tenang dengan segala yang terjadi di depan dan mampu mengendalikan emosinya. Disertai Nafsu Mulhamah dan Nafsu Rodliyah. Bersikap tawadlu dan ridla terhadap keputusan Allah.

Dia tidak mudah gamang terhadap kondisi lingkungan (Nafsu Lawwamah), apalagi menyimpan nafsu amarah pun ia tidak. Sebab itu sebagai seorang hamba harus faham sedang berada diposisi mana kita? . 

Tetap melakukan Tazkiyyatun Nafs saat berada di nafs yang mana agar apa yang sedang kita hadapi benar-benar karenanya (Allah). Membersihkan jiwa dan perasaan, mensucikan amal, pandangan hidup yang mana kesemuaya itu tercermin dalam tindakan dalam hidup bermasyarakat. Tidak hanya sebatas meperbanyak syukur, tidak hanya sebatas memperbanyak zikir namun lebih dari itu. Antara lisan dan perbuatan harus disucikan secara menyeluruh.

Sejatinya, membersihkan diri (mensucikan) juga tak hanya sebatas penyucian diri melainkan bersifat pengembangan diri  juga pembinaan.  Bagaimana seorang ibu menjaga makanan, menjaga asupan,menjaga pekerjaan, menjaga perilakunya dalam kehidupan bermasyarakat. 

Untuk menjadi ibu yang hebat, sosok ibu yang sejati harus bisa membersihkan diri dari dua penyakit, yaitu  Penyakit dua syahwat, penyakit hati dan penyakit lisan.
Membersihkan diri dari bab perut dan kemaluan. Ini mengandung makna, sebagai seorang hamba alangkah baiknya jika jangan terlalu banyak makan. Ibarat hidup, kita hanya (fokus) kebanyakan memenuhi nafsu makan, nanti akan mudah capek. Sehingga tidak bisa mengontrol emosi. Ketika hatinya tidak suci, apa yang dilakukan hanya asalan ingin menapatkan harta. Karena hatinya, syahwatnya tidak dijaga. 

Kedua, penyakit hati. Seperti hasad, dendam, cinta duniawi, bakhil dan cinta harta,riya', cinta popularitas, sombong dan ujub. Tipis-tipis kan, apa yang kita banggakan ini hanya sebatas sombong, membanggakan diri atau memang karena Allah?

Penyakit lisan, seperti memaki, membentak, menghina, julid dan nyinyir. Kadang beberapa hal yang disebutkan tadi kita lakukan ya? Mungkin niat kita hanya ingin mengingatkan, memberikan pelajaran tapi kalau keblabasan, bisa jadi amarah, julid, menghina dan lain-lain. Nah, jika tidak segera dibersihkan maka kita tidak akan menjadi ibu sejati. Padahal ibu adalah mahkota kan? Jika tidak segera dibersihkan, hati bisa patah, kecewa.

Bagaimana, bertazkiyyatunnafs?

Ada banyak cara untuk membersihkan diri dari segala hal yang mengotori. Yang mana inti dari bertazkiyyatunnafs, adalah meyakini dalam hati, memperbaiki lisan jika ada hal-hal yang tak layak diucapkan. Serta mengamalkannya dengan tindakan yang bernilai ibadah. Sebagai ikhtiar seorang hamba bersujud ke pada sang penciptanya, mendekat diri, bermuhasabah dengan penuh ketulusan.

Tazkiyyatun Nafsiyyah

Bismillah, yuk kita niatkan untuk mensucikan diri. Memperhatikan adab-adab dalam mendidik anak, menjalin hubungan dengan suami, saudara, tetangga dan bermasyarakat. Serta mengenali dengan penuh kesadaran diri penyakit hati agar tak gila hormat. Sehingga kita (sebagai ibu) bisa menanamkan keyakinan kepada diri juga dengan anak penuh dengan keikhlasan, kesyukuran dan bertawakkal demi meraih ridlonya mengantarkan kesuksesan buah hati kepada sang pencipta dengan sebenarnya.



 

Related Posts

13 komentar

  1. bagus sekali tulisannya

    saya setuju bahwa ibu adalah teladan utama seorang anak

    tugas ibu gak sekadar hamil, melahirkan dan menyusui

    ibu juga harus bertanggungjawab terhadap gizi anak, lahir dan batin

    BalasHapus
  2. Menjadi orang tua membutuhkan ilmu pengasuhan anak agar anak tumbuh menjadi anak yang indah dilihat dan jadi generasi beriman dan bertaqwa

    BalasHapus
  3. Tulisan yang mencerahkan. Menjadi ibu happy anti emosi, susah-susah gampang tetapi seiring berjalannya waktu bisa juga saya lakukan ketika anak-anak masih kecil sering esmosisi juga karena mereka nakal dan suka melawan, tetapi lama-lama saya enjoy dan bisa happy bun

    BalasHapus
  4. Ilmu yang terus dipelajari dan dipraktikkan secara terus menerus. Terkadang udah paham teorinya, tapi tetap aja oktaf suara meninggi saat tingkah anak tidak sesuai dengan yang diharapkan sebagai seorang ibu, hiks.
    Makasih sharing ilmunya mba.

    BalasHapus
  5. Saya suka banget membaca paragraf ini

    "Hati seakan (terasa) dicuci lagi biar sebagai ibu dalam mendidik generasi peradaban bukan hanya anaknya sukses kedepan, tapi lebih ke bagaimana memahami peran menjadi ibu agar apa yang kita jalani (dalam mengemban amanah anak) kita fokus. Tanpa adanya campur tangan Allah kita bukanlah siapa-siapa".

    Maknanya dalam banget Mbak. Dan sungguh menyentuh sekaligus mengingatkan kita bahwa nyatanya campur tangan Allah SWT dalam hidup kita tuh ada di setiap tarikan nafas kita dan segara urusan. Termasuk mendidik dan membesarkan anak.

    BalasHapus
  6. Masya Allah serasa ikut kajian ini baca artikel ini. Makasih banyak ya

    BalasHapus
  7. Saya kadang masih susah mengendalikan emosi saat anak-anak "berulah". padahal sudah seringkali berkata pada diri sendiri, "anak berulah itu karena sedang butuh perhatian"

    Membaca tulisan ini, kembali jadi pengingat untuk terus belajar dan berupaya menjadi ibu yang baik dan bahagia

    BalasHapus
  8. Baca ini jadi mengingat-ingat lagi perjalanan saya sebagai seorang ibu yang kadang masih suka emosi di depan anak, hiks. Semoga saya bisa menjadi ibu terbaik buat anak-anakku, amiiin

    BalasHapus
  9. Semoga kalau nanti saya menjadi ibu, gak mudah marah atau tersulut emosi, aamiin YRA hehe.. Sabar memang sulit ya

    BalasHapus
  10. Ilmunya ringan tapi daging ya mbak, by the way bagaimana cara untuk bisa gabung komunitas ini mbak, berbayarkah?

    BalasHapus
  11. Duh, tulisannya jadi reminder banget nih buat aku. Sering aku masih emosi dengan anak-anak dan suami. Huhuhu padahal udah jadi ibu dan istri udah lebih dari 20 tahun. Kudu banyak belajar nih dari para ibu yang selalu sabar dan ikhlas. :(

    BalasHapus
  12. Kok saya jadi tertampar banget nih mbak. Ternyata hati saya masih belum benar-benar bersih. Memang rasanya sholat akan sia-sia jika hati kita sebagai muslim belum bisa memaafkan dan tak ada dendam

    BalasHapus
  13. Maa syaa Allaah materinya luar biasa sekali. Baca postingan ini jadi berkaca sendiri apakah saya sudah menjadi ibu yang sabar, ikhlas dalam mengasuh anak. Mengelola emosi memang tidak mudah apalagi dalam keadaan capek tapi di situlah tantangannya. Btw terima kasih sudah mengingatkan lewat sharing ini. Jadi reminder juga buat saya pribadi

    BalasHapus

Posting Komentar