Menjemput Happines Dengan Semeleh

Menjemput Happines Dengan Semeleh

Daftar Isi

Saat belahan hati tak kunjung menghampiri, keinginan meniti karir mencapai kesuksesan menjadi prioritas. Menggunakan waktu produktif untuk berkarya sepuasnya.

Biasa berorganisasi, wara-wiri tanpa ada penghalang atau sosok makhluk kecil yang ngrempongi. Eh, tetiba apa yang hendak di capai terkendala restu orangtua.

happines dan semeleh

Semua menjadi lebih sederhana, menurunkan segala ekspektasi tinggi dalam mewujudkan impian. Ketika seorang ibu bilang tidak, saat mau lanjut S2 malah disuruh menikah. 

Tidak ada pilihan lain kala itu. Berusaha berdamai dengan diri karena usia juga cukup matang. Pekerjaan dimudahkan tapi ternyata jodoh belum ada kejelasan. Calonnya saja belum ada. Hhhha

Singkat cerita saat ingin merasakan kebahagiaan yang sama dengan teman lainnya. Nyatanya,ada beberapa hal yang harus saya perhatikan.

Apa yang saya lakukan untuk menjemput kebahagiaan diri dan juga orangtua ?

happiness dan semeleh

Saat saya galau melihat beberapa teman yang sudah menemukan pasangannya jujur, iri melihat pemandangan itu. Ijazah sudah , ijasabnya kapan?

Slentingan yang sering menjadi guyonan oleh teman-teman. Diam dan terus berdoa. Memantaskan diri dengan kualitas terbaik agar dipertemukan dengan pangeran yang seiman.

Setiap orang punya kriteria pasangan idaman masing-masing. Kalau dulu saya mintanya yang mapan, pekerja keras, seiman, rajin ngaji, baik hati, soal wajah saya pasrah. Hehe

Berteman Dengan Buku

Selain menikmati proses menemukan pasangan, menyibukkan diri dengan membaca. Mencari referensi buku terkait sebagai asupan nutrisi otak dan juga jiwa. Intinya mepet Allah terus agar jodoh semakin jelas.

happiness dan semeleh

Tetap Berkomunitas

Ada banyak jalan menuju roma, berkomunitas bisa menjadi jalan apik menjemput rejeki. Salah satunya menjemput jodoh dan pekerjaan. Kedua hal ini ternyata bisa saya dapatkan lantaran berkomunitas dan punya beberapa kenalan yang cukup membantu saat diri membutuhkan bantuan.

Lakukan Usaha dengan Versi Terbaikmu

Tidak ngoyo banget, tapi tetap terus melambungkan doa dan giat berusaha. Untuk mewujudkan rasa bahagia bersama pasangan sehidup semati butuh upaya keras. 

Berkawan dengan teman yang lebih berpengalaman, menambah ilmu dan menetralkan fikiran. Biar kalau benar-benar jatuh hati tidak sakit/kecewa jika berujung tidak jadi

Alhamdulillah, fase itu telah terlewati. Bisa menjemput jodoh dengan usaha yang jelas sangat mengesankan. Satu hal yang menjadi keinginan ibu telah terpenuhi.

Tuntutan hidup ternyata terus berjalan ya ferguso. Setelah menikah kapan punya anak?. Pertanyaan umum yang pernah dirasakan oleh semua pasangan.

Sempat menjadi bullyan teman bekerja. Manten anyar, saya malah long distance marriage sama suami. Kontrak kerja saya belum selesai. Magelang dan Kediri menjadi saksi awal pernikahan kami. Pembatas jarak yang cukup jauh jika ditempuh, namun Allah tetap memberikan amanah itu dengan cepat . 

Tiga bulan kosong, akhirnya Allah mengabulkan. Beraktivitas rutin dengan padatnya pekerjaan ,datang juga masa dimana saya disibukkan dengan menimang sang buah hati pertama kali. Masha Allah ya, meski seatap dengan mertua dan jauh dengan belahan jiwa (suami) merasakan bahagia tiada tara. Saudara suami membantu penuh proses lahiran anak pertama kami dan menjadi partner terbaik momong si kecil saat cuti melahirkan.

Semua keadaan bisa kita manage dengan baik asal kita mau berupaya kuat dan mencoba memahami keadaan. 

Tidak semua yang kita butuhkan akan selalu dikabulkan. Namun, ada kalanya sebuah kesulitan menjadikan kita lebih kreatif untuk mencari jalan cepat menyelesaikan masalah dengan bijak. Semeleh

Tiba-tiba Rasa Ingin Segera Resign Menghampiri

Merasakan punya cukup duit tapi hati tak bahagia. Tantangan hidup menghampiri. Saat cuti melahirkan selesai.

Bingung mencari pengasuh yang cocok di mata mertua. Mau bayar pengasuh expert kemahalan, mencari babysitter yang profesional ternyata abal-abal. Susah sedihnya mencari pengasuh pernah saya rasakan. 

Berkat usaha, doa dan semeleh Allah mudahkan. Dipertemukan dengan sosok pengasuh yang baik hati. Telaten, sabar dan penyayang. 

Namun, rasa ingin segera resign tetap menghampiri. Perasaan yang ingin selalu dimengerti, hubungan jarak jauh untuk pasangan yang belum cukup lama kenal ternyata hati saya jadi tergoncang. 

Disitu kewarasan saya mulai terganggu. Ada rasa khawatir dan berasa tidak betah menjalani peran. Astaghfirullah,,,

Apakah benar ibu baru setelah punya anak jadi lebih mudah stress ? 

Mari kita ngobrol dari hati ke hati. Karena kondisi tiap ibu sudah pasti berbeda. Dan apa tipsnya?, agar ibu tidak mudah stress menjalani perannya ?

Pahami (Dulu) Diri Sendiri 

Hal penting yang perlu kita ketahui menjalani peran baru pasti ada tantangan baru. Memahami diri bahwa apa yang kita punya adalah amanah yang bersifat sementara. 

Tak pandang usia, jabatan bahkan harta benda. Mau menjadikan itu beban atau hal ringan semua tergantung cara pandang dan sikap yang ditampilkan . Pada intinya menjalani peran dengan baik tanpa berkeluh kesah.

Menjadi wanita yang bahagia adalah hal yang mutlak. Terlebih bagi seorang ibu, menjadi bahagia adalah kebutuhan yang harus dipenuhi. Agar peran mendidik anak menjadi lebih bermakna. Membersamai suami jadi lebih berarti. Jadikan masalah menjadi tantangan untuk naik kelas ke jenjang berikutnya.

Selama menjadi ibu banyak perubahan yang terjadi. Kesibukan, pekerjaan yang tiada hentinya dan ingin sekedar keluar rumah saja harus memikirkan banyaknya barang bawaan dan keselamatan sang anak. 

Menerima diri dulu, memahaminya dan berdamai dengan keadaan cukup mudah membuat saya enjoy menikmati proses. Selalu bersyukur dan bersikap seakan-akan momen ini tidak akan terulang lagi. Hmmm, adem rasanya.

Aktualisasikan Diri Dengan Versi Terbaikmu

Peran ibu bukan menjadi penghalang untuk tetap mengaktualisasikan dirinya yang sekarang. Hanya saja keadannya yang berbeda. Butuh cara terbaik agar peran tidak berbenturan antara tugas wajib dan tugas membahagiakan diri menjaga kewarasan. 

Kondisi saat single bisa ya kemanapun tanpa ada si kecil yang mendampingi. Berkegiatan jadi lebih leluasa dan lebih mudah. Namun, peran ibu juga bukan menjadi penghalang utama untuk tetap berkarya. Berkegiatan layaknya dulu sebelum menjadi ibu. Hanya kapasitasnya saja yang harus disesuaikan.

happiness dan semeleh 

Berkomunitas dan menulis adalah bagian dari aktualisasi diri saya. Dengan berkomunitas saya merasakan ada hal yang membuat saya senang

Selalu ada hal baru yang saya dapat. Entah itu berupa ilmu, teman, wawasan bahkan cuan. Pun sama dengan menulis, saya menyukai hobi ini dan tetap memperjuangkannya meski status bukan lagi singlelilah

Menulis menjadi jalan ninjaku untuk meluruhkan segala rasa. Capek, bad mood, sedih, khawatir dan ketakutan yang mampir dalam diri bisa saya tepis menjadi sebuah karya dalam tulisan. Walau hanya sebatas membuat caption misalnya. Atau menuliskannya di noted gawai kesayangan. 

happiness dan semeleh

Wah, keren ya tetap bisa produktif meski punya anak. Kurang lebih begitulah teman saya mencurahkan isi hatinya. Saat anak sudah bobok dan ditinggal, ia pasti terbangun kalau saya tidak berada disampingnya. 

Curcolan saat di komunitas parenting (yang saya rintis bareng teman). Menyoalkan produktivitasnya dengan gelar baru yang dimiliki. 

Ada yang sudah dikaruniai lima anak, tiga anak dan satu anak. Tetap bisa produktif dengan versi terbaiknya. 

Ibu rumah tangga tetap saja peran yang mulia. Meski hanya fokus berkegiatan bersama anak di rumah, jika dijalani penuh rasa syukur dan tulus itu tandanya ia telah mengeluarkan segala energinya demi membentuk karakter berkepribadian generasi peradabannya dengan jelas. 

Akan berbeda dengan workingmom, dengan memanfaatkan waktunya diluar adalah bagian dari caranya menjaga produktivitas. Tulisan ini dibuat bukan untuk menyudutkan salah satu pihak. 

Saya pernah berada di fase keduanya kok. Jadi ibu rumah tangga yang hanya stay dirumah saja.  Dan pernah menyandang status workingmom juga, yang saat ini saya tekuni. Mencermati keduanya, yang menjadi catatan untuk peran tersebut adalah bagaimana membawa diri kita tetap bahagia dengan peran yang dimiliki masing-masing.

Produktivitas itu luas, kalau versi saya apapun peranmu tetap usahakan ada satu skill yang menjadi tempat terbaikmu untuk bertumbuh. Temukan satu hobi yang tetap akan kamu usahakan meski peran membuat dirimu agak rempong. Agar diri tetap bahagia, butuh wadah dan lingkungan positif yang turut mempengaruhi.

Saya sangat bahagia pernah menjadi ibu rumah tangga dirumah saja. Peran ini yang memantik saya untuk tetap berkarya walau dari rumah, yaitu dengan menulis. 

Bloger adalah profesi yang menyenangkan, dan itu yang saya pilih. Menulis di sebuah platform berdomain di blogspot.com. Melakukan hobi yang dibayar. Selain itu bisa menuliskan banyak hal yang bisa menginspirasi banyak orang. Ada rasa menyenangkan saat saya menuliskan beberapa artikel setiap bulannya. 

Sayapun sangat bersyukur, meski balik lagi menjadi workingmom telah membawa saya untuk lebih produktif lagi di tahun ini. Peran semua ibu apapun itu tetaplah  wanita hebat . Tak pandang status dan jabatan. Semua baik versi terbaiknya. Asal menjalaninya dengan penuh rasa bahagia, maka lanjutkanlah.

Terakhir, sebelum saya mengakhiri tulisan ini. Kunci utama sebagai seorang ibu dalam membangun rumah tangga adalah Komunikasi . Sampaikan keinginan apapun itu kepada partner hidup. Termasuk untuk produktif dari rumah atau di luar rumah dengan bekerja. Agar beliau menjadi pendukung terbaik, partner diskusi dan tahu apa yang membuat kita bahagia. Pasti deh, beliau mengiyakan. 

Mengasah skill juga bisa menjadi cara terbaik memperkualitas dirimu sebagai teladan atau menjadi bahan cerita mengesankan ke anak nantinya. Nah, yuk pasti bisa. Mencapai happines dengan versi terbaikmu dan semeleh.

Sebagai closing, saat awal menjadi ibu dan bisa melahirkan anak yang normal  secara gentlebirth, saya merasakan nikmat tiada tara. Meskipun saat itu masih bekerja dan jauh dari suami, saat belum mempasrahkan segala urusan sama sang pencipta kebahagiaan itu rasanya ada yang kurang dan selalu kurang.

Dua tahun berikutnya, saya resign dari tempat mengajar. Tidak melanjutkan kontrak dan nyusul suami agar bisa satu atap bertiga. Membayangkan pasti bahagia hidup dengan keluarga kecil di tanah perantauan. Ternyata, impian itu omong kosong. Tak seindah yang saya bayangkan.

Hingga sekarang balik lagi menjadi workingmom adalah sebuah proses pendewasaan. Memahami diri dengan menyelesaikan masalah sekecil apapun dalam diri dulu. Komunikasikan dengan pasangan itu kuncinya.

Jika itu sudah ditempuh, apapun keadaanmu insha Allah merasakan nikmat yang benar-benar aman dan damai. Karena saat ini, sayapun balik lagi menjalin hubungan long distance marriage. 

Kalau difikir mendalam gemash ya. Ngikutin suami biar tidak berjauhan, eh saat satu atap ada hal lain yang mengharuskan LDM lagi. Demi sesuap nasi dan masa depan lebih baik. 

So, yuk kita jalani peran masing-masing dengan penuh rasa syukur. Saling percaya dengan teman hidup, mendampingi penuh tumbuh kembang anak. Dan tetap menjaga eksistensi diri dengan menekuni hobi yang dimiliki agar waktu lebih bermanfaat dan benar-benar happiness

semeleh dan happines

Menjemput happiness dengan cara semeleh. Pasrah saat usaha dan doa kuat telah dilakukan. Melibatkan dia "Tuhan" sebagai tempat bertumpu saat usaha dan sekuat tenaga tak dapat lagi bicara. Just be strong dan raihlah bahagiamu.

Posting Komentar